Penyakit Kawasaki

Penyakit Kawasaki

Banyak kasus Penyakit Kawasaki (PK) yang sampai sekarang masih belum diwaspadai yang akhirnya terlambat terdiagnosis di Indonesia padahal insiden di negara kita diperkirakan 5000 kasus per tahun. Ketakutan terbesar dari penyakit yang menyerang balita ini biasanya terjadi komplikasi ke arteri koroner yaitu aneurisma (pada 20-40 % kasus yang tidak diobati) dengan konsekuensi trombosis dan stenosis arteri koroner di mana dapat mengakibatkan infark miokard yang fatal. Untuk penyakit ini, diagnosis ditegakkan atas dasar gejala klinis tidak hanya saja dari pemeriksaan laboratorium. Diagnosis dini disertai pengobatan yang cepat dan tepat dapat mencegah dan mengurangi secara bermakna komplikasi jantung.

Kriteria diagnostik PK yang biasanya :

  1. Demam minimal 5 hari
  2. Eksantema Polimorf (berbagai bentuk)
  3. Injeksi konjungtiva bilateral (tanpa eksudat)
  4. Kelainan pada bibir dan rongga mulut : lidah stroberi, rongga mulut merah, bibir merah dan pecah
  5. Kelainan pada tangan dan kaki : edema dan eritema (fase akut), deskuamasi ujung jari (fase subakut/konvalesen)
  6. Limfadenitis servikal (leher) unilateral (diameter > 1,5cm)

 

Diagnosis PK dapat ditegakkan jika ditemukan gejala demam ditambah dengan 4 dari 5 kriteria lain di atas. Jika ditemukan kelainan arteri koroner (pada ekokardiografi atau angiografi), bersifat diagnostik namun jika dijumpai kurang dari 4 kriteria selain demam (PK inkomplit), perlu disingkirkan karena kemungkinan penyakit lain yang penampilannya mirip. PK dibagi atas 3 fase: Akut (hari 0-10), subakut (hari 11-25) dan konvalesen (hari 25>).

Kelainan lain yang dapat dijumpai (diluar kriteria diagnostik terapi menunjang diagnosis):

Kardiovaskular

Irama derap, perubahan EKG (aritma, takikardi, gelombang Q abnormal, interval PR dan/atau QT memanjang, voltase rendah, perubahan gelombang ST-T), kelainan foto toraks (kardiomegali), kelainan ekokardiografi, angina pektoris atau infrak miokard.

Gastrointestinal

Diare, muntah, hidrop kandung empedu, ikterus ringan, pengikatan enzim transaminase Darah Laju endap darah naik, leukositosis dengan pergeseran ke kiri, CRP (C Reactive Protein) naik, hipoalbuminemia, anemia ringan (fase akut), trombositosis (fase subakut).

Urine

Proteinuria, leukosit meningkat.

Kulit

Kemerahan dan krusta pada bekas suntikan BCG, kulit sekitar anus mengelupas. Pada fase konvalesen : garis transversal pada kuku (Beau's line).

Respirasi

Batuk, pilek, infiltrat paru.

Sendi

Artritis, artralgia kadang sampai berjalan.

Neurologik

Rewel, mudah marah, kesadaran menurun, kejang, peningkatan sel pada cairan serebrospinal.

 

Tatalaksana PK (Penyakit Kawasaki)

  1. Semua pasien dengan PK harus dirawat inap dan dilakukan ekokardiografi (oleh kardiolog anak).
  2. Pemberian imunoglobulin (gammaglobulin) 2g/kgBB IV dalam 12 jam. Awasi tanda-tanda vital selama pemberian. Saat pemberian ideal hari ke 5-7, toleransi sampai hari ke 10 awitan demam. Jika setelah 10 hari masih ada demam (yang bukan karena sebab lain selain PK) atau ditemukan aneurismakoroner disertai inflamasi sistematik berlanjut (LED/CRP masih tinggi), imunoglobulin mungkin masih perlu diberikan.
  3. Asam asetil salisilat diberikan 80-100 mg/kgBB/hari (dibagi 4 dosisi) sampai 2-3 hari setelah demam reda kemudian diturunkan menjadi 3-5 mg/kgBB/hari sekali sehari selama 6-8 minggu jika tidak ada kelainan koroner. Jika ada kelainan koroner harus diteruskan sampai koroner kembali normal.
  4. Imunisasi campak dan varisela ditunda minimal 11 bulan setelah pemberian imunoglobulin.
  5. Pada penderita dengan aneurisma koroner berat (giant aneurysm) perlu diberi antikoagulan selain asam asetil salistilat. Tindakan intervensi atau bedah pintas koroner dipertimbangkan pada kasus stenosis koroner yang berat.

 

Beberapa masalah diagnosis yang sering dijumpai pada kasus PK:

  1. PK terdiagnosis sebagai campak atau rubella (campak Jerman)
  2. Anak datang dengan demam dan pembesaran kelenjar getah bening leher satu sisi. Ditegakkan diagnosis parotitis atau limfadentis koli. Setelah dapat obat, timbul ruam kemerahan pada kulit dan bibir. Hal ini kemudian disangka sebagai reaksi obat.
  3. Penemuan leukosituri pada anak dengan demam dan ruam, didiagnosis sebagai infeksi saluran kemih.
  4. Anak dengan demam, ruam, dan peningkatan kadar biliriru bin dan enzim transaminase , disangka hepatitis.
  5. Kadang anak dengan demam, ruam, dan nyeri perut hebat, didiagnosis sebagai akut abdomen.
  6. Bayi muda dengan demam dan ruam yang disertai pening katan cairan serebrospinal didiagnosis sebagai meningitis viral.

 

PK harus dipertimbangkan sebagai diagnosis diferensial pada setiap anak dengan demam selama beberapa hari, ruam dan konjungtivitis non purulen, terutama anak <1 tahun dan pada remaja; pada kedua kelompok ini diagnosis PK sering terlewatkan.